Tahun 1293 Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang
diutus oleh Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasa-ri atas penghinaan yang pernah
diterima utusannya pada tahun 1289. Pasukan berjumlah besar ini setelah
berhenti di Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa
melalui Muara Kali Mas/sungai Brantas langsung menuju ke Daha. Kedatangan ini
diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan
Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun
sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan
Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dengan kekuatan
yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng.
Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi Daha,
Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan oleh
pasukan Cina.
Dengan dikawal dua perwira dan 200 pasukan Cina,
Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar
Khubilai Khan. Namun dengan menggunakan tipu muslihat kedua perwira dan para
pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin
pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina yang masih tersisa yang tidak menyadari
bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian. Tiga ribu anggota pasukan kerajaan
Yuan dari Cina ini dapat dibinasakan oleh pasukan Majapahit, selebihnya
melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban. Akhirnya
cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada
Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing. Ia kemudian memproklamasikan
berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit( marwati. 1984: 426).
Lokasi penting dalam melacak jalan menuju kota
Majapahit pada abad ke-14. Desa Mentoro di Kecamatan Sumobito, Kabupaten
Jombang, Jawa Timur, ini terletak di sebelah barat laut situs bekas kota
Majapahit di Trowulan, Mojokerto, dengan jarak sekitar 10 kilometer. Pandangan
langsung terpaku pada sebuah patok batu di tepi jalan desa, tepat di depan
rumah keluarga Emha Ainun Nadjib. "Patok batu ini bekas tambatan perahu Majapahit,"
tutur seorang penduduk. Pada salah satu sisi patok setinggi 127 cm itu terpahat
tulisan Jawa kuno yang belum terbaca. Bentuk patok pada bagian bawah berdenah
segi empat, sedangkan bagian atas segi delapan. Bentuk patok ini berbeda dengan
lingga semu yang juga ditemukan di Mentoro, tepatnya di Kuburan Dowo. Lingga
semu berbentuk segi empat di bagian bawah dan bulat di bagian atas. Informasi
pun berkembang. Sekitar 100 meter di sebelah barat patok batu ditemukan lagi
patok sejenis di tepi jalan. Menurut penduduk, dulunya patok kedua itu berada
di tengah jalan desa, tetapi patok telah patah ditabrak pedati saat pengerasan
jalan desa. Sebuah patok lagi dijumpai di halaman rumah penduduk sehingga
sedikitnya terdapat tiga patok batu di Mentoro.
Melihat letaknya, Mentoro dahulu masuk daerah
pinggiran kota Majapahit yang memiliki akses ke Sungai Brantas di bagian utara.
Menurut cerita penduduk, dulu Mentoro adalah hutan belantara yang menjadi jalan
penghubung antara Kerajaan Majapahit dan Kota Daha (Kadiri). Mentoro dipercaya
pula sebagai tempat pesanggrahan putra-putri kerajaan pada masa itu. Pada bagian timur laut, tenggara, dan barat
daya dari situs bekas kota Majapahit, terdapat kompleks bangunan suci bersifat
Hindu. Setiap kompleks bangunan di penjuru mata angin itu ditempatkan sebuah
yoni kerajaan dengan cerat berhias rajanaga.
Gambar 2. Peta DAS Sungai Brantas masa
Majapahit
Kompleks bangunan suci di bagian timur laut
diidentifikasi adalah situs Klinterejo (Kecamatan Sooko, Mojokerto), di tenggara
situs Lebakjabung (Kecamatan Jatirejo, Mojokerto), sedangkan di bagian barat
daya adalah situs Sedah (Kecamatan Mojowarno, Jombang). Jarak antara situs
Klinterejo dan situs Lebakjabung di bagian selatannya adalah 11 kilometer,
sedangkan jarak dari situs Lebakjabung ke situs Sedah di bagian baratnya adalah
9 kilometer. Berdasarkan jarak antarsitus tersebut diperkirakan batas situs
kota Majapahit 11 x 9 kilometer, tanpa dibatasi tembok keliling. Berdasarkan
jarak itu pula, kompleks bangunan di bagian barat laut diperkirakan terdapat di
wilayah Kecamatan Sumobito, Jombang, tepatnya di Dusun Tugu dan Dusun Badas
(Kompas, 2 Mei 2005). Di lokasi ini tersebar beberapa struktur bata, sebuah
yoni polos, batu-batu candi, lumpang batu, dan dua patok batu, sejenis dengan
patok-patok di Mentoro. Lokasi Mentoro di sebelah utara Dusun Tugu dipisahkan
oleh sudetan Sungai Konto yang dibuat Belanda pada tahun 1914. Apabila cerita
penduduk Mentoro benar bahwa patok-patok batu itu dulunya tambatan perahu
Majapahit, hal itu membuat arkeolog harus berpikir yang sama terhadap
patok-patok batu di situs Tugu. Sebaran patok batu dari Mentoro ke Tugu
memanjang utara-selatan, membentuk imajinasi patok-patok itu diletakkan pada
kedua sisi sungai yang relatif lebar. Sungai yang memanjang utara-selatan dan
bertemu dengan Sungai Brantas bila dirunut ke utara. Imajinasi itulah yang
menggerakkan penggalian arkeologis di Mentoro pada tahun 2005 oleh Balai
Arkeologi Yogyakarta dengan ketua tim Nurhadi Rangkuti. Selain mencari sungai
yang hilang, penggalian juga bertujuan untuk mengetahui permukiman kuno di tepi
sungai.
Hasil penggalian mengubah imajinasi menjadi
kenyataan. Penggalian di dekat patok batu di depan rumah keluarga Emha dipenuhi
oleh pasir dan kerang sungai dan kotak gali mengeluarkan air pada kedalaman
satu meter, padahal sedang musim kemarau. Beberapa kotak gali lainnya juga
membuktikan hal yang sama. Beberapa penduduk pun lalu berbagi cerita, sering
mendengar suara air dari bawah lantai rumah mereka. Sisa-sisa permukiman kuno di
tepi sungai juga berhasil ditemukan dalam penggalian. Sebuah tempat lebih
tinggi, yang oleh penduduk disebut Kagenengan, digali dan menghasilkan lebih
dari 1.500 fragmen tembikar dan keramik dari dalam tanah. Selain itu ditemukan
pula mata uang logam China, fragmen besi, dan tulang serta gigi hewan jenis
bovidae. Bentuk dan kualitas benda-benda tembikar dan keramik di lokasi ini
tidak berbeda dengan temuan-temuan dari situs Trowulan. Diperkirakan Kagenengan
pernah dihuni oleh komunitas yang bukan dari golongan rakyat biasa, pada
sekitar abad ke-13 hingga abad ke-15. Sungai lama dan sisa permukiman kuno
telah berhasil ditemukan, tetapi di antara anggota tim masih terjadi silang
pendapat mengenai keberadaan patok batu. Apakah patok batu dulu memang
berfungsi sebagai tambatan perahu atau sebagai tugu batas suatu wilayah atau
desa pada masa Majapahit.
Lokasi Mentoro dan Tugu memang sangat strategis jika
dikaitkan dengan Sungai Brantas dan jalan masuk kota Majapahit dari arah barat
laut. Kedua tempat itu menjadi titik simpul jalan darat dan sungai menuju kota
Majapahit. isi naskah Kidung Wargasari, yang menggambarkan rute dari Wewetih
sampai ke Majapahit melalui Jirah, Bletik, Kamal Pandak, dan Sagada. Menurut
Hadi, rute yang digambarkan dalam kidung tersebut dapat dilacak dari barat ke
timur melalui Kabupaten Jombang. mengidentifikasi Sagada adalah Segodorejo yang
terletak di Kecamatan Sumobito. Lokasi situs Segodorejo berada di sebelah timur
Tugu dengan jarak sekitar satu kilometer. Di situs ini dijumpai tinggalan
arkeologis berupa lumpang batu dan pecahan-pecahan bata. Sungai Brantas memang
tidak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Majapahit. Sungai ini memiliki andil
dalam mengembangkan ekonomi Majapahit, sampai-sampai Raja Hayam Wuruk pun
menerbitkan sebuah prasasti berangka tahun 1358 tentang desa-desa penyeberangan
dan pelabuhan sungai di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Dalam
prasasti itu tercatat 33 desa penyeberangan di tepi Bengawan Solo dan 44 desa
di tepi Brantas. Dengan mempertimbangkan keberadaan Mentoro dan Tugu pada masa
Majapahit, perjalanan menuju kota Majapahit dari Sungai Brantas dapat
direkonstruksi. Setelah melayari Sungai Brantas, kemudian perahu memasuki
Sungai Watudakon terus ke selatan melewati Mentoro, Tugu, dan Badas. Selanjutnya,
dari Badas menuju kota Majapahit ditempuh dengan transportasi darat melalui
Sagada (Segodorejo) dan akhirnya masuk kota Majapahit yang letaknya di Trowulan
sekarang.