Rabu, 10 Juli 2013

Fungsi Sungai Brantas Pada Masa Majapahit (2)


Tahun 1293 Jawa kedatangan pasukan dari Cina yang diutus oleh Kubhilai Khan untuk menghukum Singhasa-ri atas penghinaan yang pernah diterima utusannya pada tahun 1289. Pasukan berjumlah besar ini setelah berhenti di Pulau Belitung untuk beberapa bulan dan kemudian memasuki Jawa melalui Muara Kali Mas/sungai Brantas langsung menuju ke Daha. Kedatangan ini diketahui oleh Raden Wijaya, ia meminta izin untuk bergabung dengan pasukan Cina yang diterima dengan sukacita. Serbuan ke Daha dilakukan dari darat maupun sungai yang berjalan sengit sepanjang pagi hingga siang hari. Gabungan pasukan Cina dan Raden Wijaya berhasil membinasakan 5.000 tentara Daha. Dengan kekuatan yang tinggal setengah, Jayakatwang mundur untuk berlindung di dalam benteng. Sore hari, menyadari bahwa ia tidak mungkin mempertahankan lagi Daha, Jayakatwang keluar dari benteng dan menyerahkan diri untuk kemudian ditawan oleh pasukan Cina.
Dengan dikawal dua perwira dan 200 pasukan Cina, Raden Wijaya minta izin kembali ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar Khubilai Khan. Namun dengan menggunakan tipu muslihat kedua perwira dan para pengawalnya berhasil dibinasakan oleh Raden Wijaya. Bahkan ia berbalik memimpin pasukan Majapahit menyerbu pasukan Cina yang masih tersisa yang tidak menyadari bahwa Raden Wijaya akan bertindak demikian. Tiga ribu anggota pasukan kerajaan Yuan dari Cina ini dapat dibinasakan oleh pasukan Majapahit, selebihnya melarikan dari keluar Jawa dengan meninggalkan banyak korban. Akhirnya cita-cita Raden Wijaya untuk menjatuhkan Daha dan membalas sakit hatinya kepada Jayakatwang dapat diwujudkan dengan memanfaatkan tentara asing. Ia kemudian memproklamasikan berdirinya sebuah kerajaan baru yang dinamakan Majapahit( marwati. 1984: 426).
Lokasi penting dalam melacak jalan menuju kota Majapahit pada abad ke-14. Desa Mentoro di Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, ini terletak di sebelah barat laut situs bekas kota Majapahit di Trowulan, Mojokerto, dengan jarak sekitar 10 kilometer. Pandangan langsung terpaku pada sebuah patok batu di tepi jalan desa, tepat di depan rumah keluarga Emha Ainun Nadjib. "Patok batu ini bekas tambatan perahu Majapahit," tutur seorang penduduk. Pada salah satu sisi patok setinggi 127 cm itu terpahat tulisan Jawa kuno yang belum terbaca. Bentuk patok pada bagian bawah berdenah segi empat, sedangkan bagian atas segi delapan. Bentuk patok ini berbeda dengan lingga semu yang juga ditemukan di Mentoro, tepatnya di Kuburan Dowo. Lingga semu berbentuk segi empat di bagian bawah dan bulat di bagian atas. Informasi pun berkembang. Sekitar 100 meter di sebelah barat patok batu ditemukan lagi patok sejenis di tepi jalan. Menurut penduduk, dulunya patok kedua itu berada di tengah jalan desa, tetapi patok telah patah ditabrak pedati saat pengerasan jalan desa. Sebuah patok lagi dijumpai di halaman rumah penduduk sehingga sedikitnya terdapat tiga patok batu di Mentoro.

Melihat letaknya, Mentoro dahulu masuk daerah pinggiran kota Majapahit yang memiliki akses ke Sungai Brantas di bagian utara. Menurut cerita penduduk, dulu Mentoro adalah hutan belantara yang menjadi jalan penghubung antara Kerajaan Majapahit dan Kota Daha (Kadiri). Mentoro dipercaya pula sebagai tempat pesanggrahan putra-putri kerajaan pada masa itu.  Pada bagian timur laut, tenggara, dan barat daya dari situs bekas kota Majapahit, terdapat kompleks bangunan suci bersifat Hindu. Setiap kompleks bangunan di penjuru mata angin itu ditempatkan sebuah yoni kerajaan dengan cerat berhias rajanaga.


                              

            Gambar 2. Peta DAS Sungai Brantas masa Majapahit

Kompleks bangunan suci di bagian timur laut diidentifikasi adalah situs Klinterejo (Kecamatan Sooko, Mojokerto), di tenggara situs Lebakjabung (Kecamatan Jatirejo, Mojokerto), sedangkan di bagian barat daya adalah situs Sedah (Kecamatan Mojowarno, Jombang). Jarak antara situs Klinterejo dan situs Lebakjabung di bagian selatannya adalah 11 kilometer, sedangkan jarak dari situs Lebakjabung ke situs Sedah di bagian baratnya adalah 9 kilometer. Berdasarkan jarak antarsitus tersebut diperkirakan batas situs kota Majapahit 11 x 9 kilometer, tanpa dibatasi tembok keliling. Berdasarkan jarak itu pula, kompleks bangunan di bagian barat laut diperkirakan terdapat di wilayah Kecamatan Sumobito, Jombang, tepatnya di Dusun Tugu dan Dusun Badas (Kompas, 2 Mei 2005). Di lokasi ini tersebar beberapa struktur bata, sebuah yoni polos, batu-batu candi, lumpang batu, dan dua patok batu, sejenis dengan patok-patok di Mentoro. Lokasi Mentoro di sebelah utara Dusun Tugu dipisahkan oleh sudetan Sungai Konto yang dibuat Belanda pada tahun 1914. Apabila cerita penduduk Mentoro benar bahwa patok-patok batu itu dulunya tambatan perahu Majapahit, hal itu membuat arkeolog harus berpikir yang sama terhadap patok-patok batu di situs Tugu. Sebaran patok batu dari Mentoro ke Tugu memanjang utara-selatan, membentuk imajinasi patok-patok itu diletakkan pada kedua sisi sungai yang relatif lebar. Sungai yang memanjang utara-selatan dan bertemu dengan Sungai Brantas bila dirunut ke utara. Imajinasi itulah yang menggerakkan penggalian arkeologis di Mentoro pada tahun 2005 oleh Balai Arkeologi Yogyakarta dengan ketua tim Nurhadi Rangkuti. Selain mencari sungai yang hilang, penggalian juga bertujuan untuk mengetahui permukiman kuno di tepi sungai.
Hasil penggalian mengubah imajinasi menjadi kenyataan. Penggalian di dekat patok batu di depan rumah keluarga Emha dipenuhi oleh pasir dan kerang sungai dan kotak gali mengeluarkan air pada kedalaman satu meter, padahal sedang musim kemarau. Beberapa kotak gali lainnya juga membuktikan hal yang sama. Beberapa penduduk pun lalu berbagi cerita, sering mendengar suara air dari bawah lantai rumah mereka. Sisa-sisa permukiman kuno di tepi sungai juga berhasil ditemukan dalam penggalian. Sebuah tempat lebih tinggi, yang oleh penduduk disebut Kagenengan, digali dan menghasilkan lebih dari 1.500 fragmen tembikar dan keramik dari dalam tanah. Selain itu ditemukan pula mata uang logam China, fragmen besi, dan tulang serta gigi hewan jenis bovidae. Bentuk dan kualitas benda-benda tembikar dan keramik di lokasi ini tidak berbeda dengan temuan-temuan dari situs Trowulan. Diperkirakan Kagenengan pernah dihuni oleh komunitas yang bukan dari golongan rakyat biasa, pada sekitar abad ke-13 hingga abad ke-15. Sungai lama dan sisa permukiman kuno telah berhasil ditemukan, tetapi di antara anggota tim masih terjadi silang pendapat mengenai keberadaan patok batu. Apakah patok batu dulu memang berfungsi sebagai tambatan perahu atau sebagai tugu batas suatu wilayah atau desa pada masa Majapahit.
Lokasi Mentoro dan Tugu memang sangat strategis jika dikaitkan dengan Sungai Brantas dan jalan masuk kota Majapahit dari arah barat laut. Kedua tempat itu menjadi titik simpul jalan darat dan sungai menuju kota Majapahit. isi naskah Kidung Wargasari, yang menggambarkan rute dari Wewetih sampai ke Majapahit melalui Jirah, Bletik, Kamal Pandak, dan Sagada. Menurut Hadi, rute yang digambarkan dalam kidung tersebut dapat dilacak dari barat ke timur melalui Kabupaten Jombang. mengidentifikasi Sagada adalah Segodorejo yang terletak di Kecamatan Sumobito. Lokasi situs Segodorejo berada di sebelah timur Tugu dengan jarak sekitar satu kilometer. Di situs ini dijumpai tinggalan arkeologis berupa lumpang batu dan pecahan-pecahan bata. Sungai Brantas memang tidak dapat dipisahkan dengan Kerajaan Majapahit. Sungai ini memiliki andil dalam mengembangkan ekonomi Majapahit, sampai-sampai Raja Hayam Wuruk pun menerbitkan sebuah prasasti berangka tahun 1358 tentang desa-desa penyeberangan dan pelabuhan sungai di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Dalam prasasti itu tercatat 33 desa penyeberangan di tepi Bengawan Solo dan 44 desa di tepi Brantas. Dengan mempertimbangkan keberadaan Mentoro dan Tugu pada masa Majapahit, perjalanan menuju kota Majapahit dari Sungai Brantas dapat direkonstruksi. Setelah melayari Sungai Brantas, kemudian perahu memasuki Sungai Watudakon terus ke selatan melewati Mentoro, Tugu, dan Badas. Selanjutnya, dari Badas menuju kota Majapahit ditempuh dengan transportasi darat melalui Sagada (Segodorejo) dan akhirnya masuk kota Majapahit yang letaknya di Trowulan sekarang.

Fungsi Sungai Brantas Pada Masa Majapahit (1)

Tiga daerah subur, yaitu Malang, Kediri, dan Mojokerto, seakan-akan "diciptakan" oleh Sungai Brantas sebagai pusat kedudukan suatu pemerintahan, sesuai dengan teori natural seats of power yang dicetuskan oleh pakar geopolitik, Sir Halford Mackinder, pada tahun 1919. Teori tersebut memang benar adanya karena kerajaan-kerajaan besar yang didirikan di Jawa Timur, seperti Kerajaan Kediri, Kerajaan Singosari, dan Kerajaan Majapahit, semuanya beribukota di dekat daerah aliran Sungai Brantas. Jika saat ini Kediri dan Malang dapat dicapai melalui tiga jalan utama, yaitu melalui Mojosari, Ngantang, atau Blitar, maka tidak demikian dengan masa lalu. Dulu orang hanya mau memakai jalur melalui Mojosari atau Blitar jika ingin bepergian ke Kediri atau Malang. Hal ini disebabkan karena saat itu, jalur yang melewati Ngantang masih terlalu berbahaya untuk ditempuh, seperti yang pernah dikemukakan oleh J.K.J de Jonge dan M.L. van de Venter pada tahun 1909. Jalur utara yang melintasi Mojosari sebenarnya saat itu juga masih sulit dilintasi mengingat banyaknya daerah rawa di sekitar muara Sungai Porong. Di lokasi itu pula, Laskar Jayakatwang yang telah susah payah mengejar Raden Wijaya pada tahun 1292 gagal menangkapnya karena medan yang terlalu sulit. Oleh karena itulah, jalur yang melintasi Blitar lebih disukai orang karena lebih mudah dan aman untuk ditempuh, didukung oleh keadaan alamnya yang cukup landai.Pada zaman dulu (namun masih bertahan hingga sekarang), daerah Blitar merupakan daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) yang paling cepat dan mudah
 Lembah Sungai Brantas
Sungai Brantas Setelah mengalir 70 km ke arah barat, mulai dari derah Kepanjen, sungai ini memasuki bagian hilir tengah yang megalir ke arah barat kemudian munuju ke utara, melalui daerah Blitar, tulungagung Kediri dan Kertosono. Pada masa dulu hilir ini daerah daha( gelang-gelang). Selanjutnya adalah bagian  hilir bawah. Pada bagian   hilir bawah ini melewati Jombang, mojokerto, Surabaya dan porong. Pada bagian ini berdasarkan prasasti paradah 1( 934), tepatnya di desa watugaluh Jombang, diperkirakan ibukota Kerajaan Sindok yang tidak jauh dari tepi sungai Brantas. Mojokerto diperkirakan wilayah dan tepatnya daerah  kerajaan majapahit pada abad XIII-XV Ciri-ciri tanah di tanah yang terdapat di lebah sungai Brantas, akibat letusan gunung Berapi ( G Anjasmara, G Welirang, G. Wilis, G arjuno, G. Semeru) yang mengapit dari hulu hingga hilir hingga muaranya. Hal ini mengakibatkan dampak yang penting bagi pertanian. Pada dataran tinggi Malang masuk dalam golongan stadia (umur) muda, mengingat aliran sungai Brantas di daerah ini masih dekat dengan hulu sungai senhingga aliran airnya deras dan sengai Brantas di daerah ini cukup sempit dari pada dataaran rendah senhingga yang kemungkinan kecil sungai Brantas di daerah ini digunakan sebagai jalur lalu lintas. Menurut sejarah geologinya, dataran rendah lembah Sungai Brantas  dari Blitar sampai Mojokerto dulunya merupakan suatu teluk lautan yang  seamakin lama terisi oleh elfata gunung berapi yang mengapitnya teruatama G. Kelud ( Daldjoeni, 1984:76).  Dari dataran ini pula sungai berantas memasuki stadia dewasa ke stadia Tua, dengan ditandai semakin lebarrnya betangan sungai dan arus jeram semakin berkurang.

            Luapan sungai Brantas yang terjadi antara abad X sampai abad XV tidak banyak tercatat dalam sejarah, meskipun dalam prasasti di sebutkan ada pembungunan pengedalian sunagi Berantas. Luapan sungai Brantas terjadi pada masa Airlangga yang membawa  kerugian material bagi kerajaan Airlangga, yang maengalami kerusakan adalah tujuh daerah  pertanian yaitu  Lasun, Palinjiwan, Sijanatyesan, Panjigatin, dan Talan yang mengakibatkan kurangnya pajak Kerajaan. Selain itu iklim juga berpengaruh dalam penagganan sunagai Berantas.
            Manfaat Sungai Brantas
1.      Bidang pertanian : pertanian pada masa majaphit di lakukan dengan system lading dengan membuka  hutan seperluannya dan juga sistem persawahan untukmemenuhi air berasal dai air tadah hujan atau air sungai. Dalam kaitanya penerapanpan teknologi pengairang atau irigasi yang memanfaat Sungai Berantas di ceritakan dalam Prasasti Kamalagyan(1037), dengan jalan membuat tambak di wiringin saptas.
Peta Kawasan irigasi abad X-XV
Tambak yang dibagung diwaringin sapta tersebut merupakan tanggul atau sebagai pengontrol sungai Brantas ketika meluap, sekaligus sebagai Tandon air yang digunakan mengaliri  pertanian dan persawahan.
2.       Jalur sungai mempunyai peran yang tidak sedikit artinya baik untuk komunikasi maupun tranportasi pada masa lampau, sebelum ada kedaran bermotor seperi sekarang. Sungai Berantas menjadi saraan tranpotasi masyarakat jaman dahulu. Brantas adalah sungai terpajang kedua setelah Bengawan Solo. Muara sungai Brantas hujung Galuh atau Canggu yang sekaligus  dekat dengan kota pelabuhan seperi Tuban, Gresik, Sidayu Surabaya yang ramai dikunjungi  oleh pedagang dari luar Kerajaan Majapahit. Hujung galuh diperkirakan sekarang sekitar kampong Galuhan kec Bubutan Kodya Surabaya pada muara  Bratas(Kali Mas). Selain Ujung Galuh, maka Canggu yang juga pelabuhan alamiah di muara Sungai Brantas tidak kalah ramai dengan Ujung Galuh. Keneradaam Canggu dinyatkan dalam prasti Trowulan I(1358). Seluruh bagian –bagian bertalian dengan perniayagaan rempah-rempah ditarik ke Pulau Jawa diman terdapat system jarring ajlan darat dan Perairan yang berpusat di Delta Sungai Brantas, bahkan Delat Sungai brantas mendekati pusat Kerajaan palaing tidak samapai di daerah Japaran dan titik itu pusat kerajaan tinggal 8-10 km saja. Letak Canggu diperkirakan di desa Canggu sebelah utara Mojokerto sekarang, masalahnya sekarang bahwa Canggu berada di pedalaman, jauh dari muara sungai Brantas atau Jauh dari Pantai. Hal ini disebabkan oleh pegeseran palungnya dari abad ke abad, bahkan dari abad ke 3 terjadi ledokan kedung lidah dekat Gresik di sampan kenaikan tanah dan penurunan tanah di sekitar Brantas. Alur transportasi perdagangan dari kota-kota pelabuahan atau kota pesisir menuju daerah pedalaman( Hinter Land) yang merupakan penditribusian hasil-hasil produksi daerah pesisir menuju daerah pedalaman. Hasil pesisir seperti garam, ikan asin dan tawar.

PMII Fakultas Ilmu Sosial Univ Negeri Malang

 AL BIRUNI/PMII FAKULTAS ILMU SOSIAL
Al Biruni adalah Rayon PMII Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Awal terbetuknya berasal dari pertanggun jawaban/ Amanat Rapat Tahuhan Komisariat tahun 2009 yang mewajibkan PMII LIGA mendirikan rayon baru di Fakultas Ilmu Keolahragaan/FIK. Sedangkan syarat untuk mendirikan Rayon harus ada 10 anggota PMII di suatu Fakultas, dan inipermasalahnya karena FIK anggota PMII tidak memenuhi syarat maka gagal mendirikan Rayon baru. Pada tahun 2009 lahirlah Fakultas Baru yang bernama Fakultas Ilmu Sosial. Menurut Ketua Komisariat saat itu yakni Arif Rahman Hudaifi/ Cavalera (2009/2010) dan Bidang 2 Wakidi, maka perlu  adanya rayon baru di LIGA yakni dari FIS (menurut Pengakuan Cak CAVA ini sebagai bentuk pertanggun jawan atas gagal membentuk Rayon FIK maka FIS sebagai gantinya).
Proses Sosialisasi pun berjalan, Pro dan Kontra terjadi tidak dapat dihindarkan. Bagi yang Kontra buat apa membuat Rayon Baru kalau hanya untuk menganti kewajiban/amanat RTK. Bagi yang Pro dengan terbentuknya Rayon Baru maka sayap PMII akan semakin lebar dalam proses Kaderisasi terutam d Fakultas  Ilmu Sosial. Pada akhirnya semua paham ini adalah proses meyakinkan dan mempercayai satu sama lain.
Seingat saya pada Rapat Tahunan Rayon (RtaR) Maturidi saya berdebat dengan sahabat Fadjar Ahmad. Perdebatan adalah maukah kita dijadikan dalam satu rayon dan nama Rayon baru. Saya yang berasal dari Sejarah (masih maturidi/Sastra) menginginkan nama rayon Soekarno karena beliau adalah  Faouding Father Indonesia dengan jargon JasMerah (jangan sekali Melupakan Sejarah). Sedangkan sahabat Fadjar Ahmad yang kelak menjadi ketua Rayon Pertama ingin nama rayon Abu Nawas karena beliau seorang Sufi. Setelah berjam-jam berdialektika/berdiskusi tidak menemukan nama yang pas, toh pada saat itu hanya ingin menyatukan Visi dan Misi dalam mendirkan rayon baru. Menurut saya hal itu bagus karena kita dapat mengetauhi sejauh mana kita mempunyai semangat mendirikan rayon di FIS.
Setelah sosialisasi berjalan maka ada keputusan yang mengejutkan warga dilarang memilih d rayon masing-masing yakni warga sejarah di Maturidi (sastra), HKN di Ghozali (FIP) dan geografi di Ibnu Sina (MIPA). Pelarangan ini sebenarnya melanggar hak warga untuk memilih karena belum tentu ada Rayon FIS bahasa lebaynya masa depan suram. Dengan legowo dari 3 rayon harus melepaskan warga yang bersawl dari 3 jurusan ini, saya pun masih berat meninggalkan Maturidi karena saya d besarkan disana.    
Langkah awal dimulai dengan d bentuknya Panitia RTaR FIS  yang diketuai oleh sahabat Fadjar Ahmad yang dibantu oleh K Conks Senayan, Imam Syafii.....akhirnya dsepakati kita rapat pada tanggal 23 s/d 25 April 2010 di rumah bapak Shohib di daerah Soekarno Hatta dekat denga RRI Kota Malang. Hari pertama masih belum banyak yang datang (maklum masih belum ada rasa memiliki). Hal itu membuat Komisariat berfatwa bahwa rapat dapat dilanjutkan jika sudah ada 10 anggota  PMII FIS. Akhirnya trik Jemput menjemput dijalankan oleh panitia dan pengurus komisariat yang bertanggung jawab atas warganya. Pada akhirnya rapat dilanjutkan dengan pemilihan presidium Sidang dan yang terpilih adalah sahabati Uswatun Hasanah/ Uus ketua Rayon Ghozali  2010-2011, meskipun pemilihan ada intervensi sahabt Anisurahman (dulu ngicer sih ke sahabati Uus) biasa Romantika Pergerakan.
Hari kedua adalah hari yang menentukan karena pada hari ini d tentukan masa depan/rencana pembentukan Rayon baru. Setelah semua syarat terpenuhi maka semua anggota menyatakan setuju didirikan Rayon baru. Setelah itu penentuan nama Rayon yamg mana semua anggota FIS diberi kesempatan untuk mengusulkan nama dengan alasan yang jelas. Saya mengusulkan Soekarno, Fadjar Ahmad dengan Abu Nawas, Anisurahman dengan Ibnu Athoillah
, dan imam syafii dengan  Al Biruni. Pemaparan dan berbagai alasan pun di jelasakan pajang kali lebar. Akhirnya dengan mayawarah mufakat tanpa Voting Akhinya dipilihlah nama AL Biruni. Nama ini merupakan usulan dari Abah Kamilun imam Masjid Jami’ Kota Malang yang juga IKAPMII UM. Alasan di tetapkan AL Birun karena beliau merupakan Ulama ahli sejarah India, Negarawan dan pembuat peta pertama (geografi) jadi mewakili jurusan yang ada di FIS UM. Yang perlu dicatat adalah kelegowoan para sahabat dalam menentukan sebuah indentitas untuk masa depan.
Hari terakhir adalah pemilihan ketua Rayon al Biruni dimana calon ada 3 besar yakni Anis surahman, Imam Syafii dan Ahmad Fadjar.  Pada pemilihan ini terpilihlah Fadjar Ahmad sebagai ketua Rayon pertama Al Biruni dengan terpilihnya Beliau maka Era Baru Pergerakan  Fakultas Ilmu Sosial dengan Slogan THIS is BIRUNI......
 SELAMAT ULANG TAHUN AL BIRUNI YANG KE 4...I LOVE U FOREVER
# 25 APRIL 2013
     

Sepakbola Indonesia hingga Malang

Indonesia, sepakbola  dikenalkan oleh warga Belanda dari Eropa yang berkerja pada instansi-instansi pemerintahan Hindia Belanda. Pada mulanya, sepakbola dimainkan oleh orang-orang Barat, terutama Belanda. Dalam perkembangannya sepakbola dimainkan oleh kaum Tionghoa dengan mendirikan Chineese Voetbal Bond pada 6 januari 1924 yang bertujuan orang Tionghoa semakin bangga dengan dunia sepakbola dan memperkuat kedudukannya terhadap Belanda (Aji  2010: 72). Hal ini diikuti oleh Bumi Putera yang setara dengan bangsawan, dengan bergaulnya kalangan bangsawan Bumi Putera dengan olahraga sepakbola secara alami mereka menularkan ke kaum Bumi Putera kalangan bawah. Ketenaran sepakbola dengan cepat berkembang di Jawa. Klub sepakbola pertama yang muncul di Indonesia yaitu pada tahun 1894 didirikan oleh sekelompok orang Belanda dengan nama Road-Wit (Merah Putih) dua tahun kemudian berdirilah klub sepakbola di Surabaya yang bernama Victory (Palupi 2004: 26). Setelah itu muncul banyak klub-klub sepakbola di Jawa seperti lahirnya klub sepakbola  Persebaya Surabaya pada tahun 1927, Persija Jakarta  pada tahun 1928 .  Sampai pada akhirnya, Indonesia menjadi negara yang penduduknya gemar bermain bola. Pada zaman dahulu, tepatnya zaman Kolonial, sepakbola menjadi salah satu alat perjuangan untuk menimbulkan rasa nasionalisme di kalangan penduduk bumi putera. Pada tahun 1938 Piala Dunia diadakan di Prancis yang mana Indonesia dengan nama Netherland East Indies atau Hindia Belanda sebagai wakil satu-satunya dari benua Asia (Kusuma 2010: 32).
Setelah kemerdekaan, Soekarno menjadikan olahraga sebagai salah satu alat untuk mengenalkan Indonesia ke dunia internasional, bahwa Indonesia bukan hanya negara politik tetapi negara yang juga mengenal olahraga. Bahkan Soekarno berencana membuat olimpiade tandingan yang bernama GANEFO (Games of The New Emerging Forces) pada tahun 1963.  Soekarno sangat berambisi menjadikan Indonesia  macan Asia. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya kompleks olahraga Senayan termasuk stadion  sepakbola  terbesar di Asia pada tahun 1962 yaitu Stadion Utama atau Gelora Bung Karno yang digunakan untuk Asian Games 1962 (Natakusuma 2009: 69). Pada masa pemerintahan Soeharto sepakbola kurang mendapat perhatian yang lebih. Hal ini terlihat pada pembangunan stadion masa presiden Soeharto, tidak mengalami kemajuan dibandingkan dengan pembangunan  jalan tol dan gedung pemerintahan. Selain dari perspektif industri sepakbola, tentu konflik dalam dunia sepakbola  yang timbul juga tidak luput dari permasalah sosial dan budaya dalam sebuah masyarakat. Masalah hegemoni dan pengakuan akan ‘the one and the best’ juga menjadi salah satu permasalah konflik suporter Indonesia. Persoalan chauvinisme dan fanatisme dalam sebuah masyarakat juga tidak dapat dihilangkan sebagai faktor-faktor pemicu konflik. Belum lagi soal dendam yang berasal dari peristiwa yang terjadi sebelumnya. Begitu banyak permasalahan yang timbul dalam masyarakat sehingga terbawa dalam kancah sepakbola  membuat stadion masih belum menjadi tempat yang nyaman dalam menikmati pertandingan sepakbola.
Kota Malang mempunyai tim sepakbola yang terlebih dahulu berlaga di level Nasional yaitu Persema (Persatuan Sepakbola  Malang) berdiri pada 20 Juni 1953 (Persema.co.id), tim Sepakbola milik Pemkot (pemerintah kota) Malang. Persema mendapat dukungan dana yang melimpah dari Pemerintah Kota Malang lewat APBD-nya, akan tetapi prestasi yang bergengsi di level nasional belum begitu menonjol. Persema kurang menonjol di pentas sepakbola nasional dibandingkan dengan  PS Arema dalam segi prestasi maupun pendukung atau suporter. Tidak hanya itu, hal yang menarik lainnya adalah Lucky Acub Zaenal dan menejemen PS Arema yang bisa mepertahankan klub PS Arema hingga dijual ke pihak yang berkotmitmen dan PS Arema tetap berada di Malang Raya. Hal ini yang menyebabkan penulis meneliti PS Arema sebagai klub swasta dengan prestasi dan pendukung PS Arema bertahan hingga sekarang.
PS (Persatuan Sepakbola) Arema adalah tim sepakbola yang berdiri tahun 1987 di Kota Malang dan juara era Galatama tahun  musim 1992-1993 (Mutholib, 2009: 63). PS Arema didirikan oleh H. Acub Zaenal bersama dengan anaknya yaitu Ir. Lucky Zaenal. Pada awalnya Arema adalah klub sepakbola swasta. Pada waktu Arema berdiri, Liga Indonesia dibedakan atas dua bagian: liga untuk klub semi-profesional yang bernama Galatama dan Liga Klub Perserikatan. Dalam hal pendanaan, klub-klub Perserikatan tergantung pada pemerintah daerah, sementara klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Arema mengikuti kompetisi Galatama pada tahun 1987 hingga Galatama dan Perserikatan dilebur menjadi satu pada tahun 1994 menjadi Liga Indonesia I.
Sumber : 
Aji, R. N. B. 2010. Tionghoa Surabaya dalam Sepakbola . Yogyagkarta: Ombak
Muntholib, A. 2009. Arema Never Die. Malang: UMM Press
Natakusuma, A.2008. Drama itu Bernama Sepakbola. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Palupi,S A. 2004. Politik Sepakbola.Jakarta: Ombak