Kamis, 15 Desember 2011

Buku History Of Java (hal 75-93)



Pulau jawa sangat subur dari pada pulau lainya di nusantara di karenakan pulau jawa sangat banyak gunung berapi yang aktif. Bangsa Jawa adalah bangsa petani yang akhirnya memmbentuk sturktur masyarakat yang khas. Suatu propinsi dikatakan kaya jika hasil buminya melimpah karena kesuburan tanahnya. Ketika pemerintah ingin menarik upeti bukan dengan takaran rupiah atau golden akan tetapi berapa banyak padi atau hasil panen yang bias di setorkan, oleh karena itu penarik pajak sekaligus pengawas pertanian yang memastikan hasil panen masuk ke gudang penyimpanan. Seorang penguasa/raja biasanya memberikan upah kepada petugas pengawas dengan tanah bengkok atau tanah desa atau  tanah yang bisa disewakan.  Tanah yang diberikan sebgai dana pension bagi penbantu raja yang paling disukai,  Seperti yang dikatakan Sultan kapada seluruh perangkat pemerintahan, “ aku akan memberikan surat ini untk menghormati pembantuku, mebahagiakan dan menghormatinya, daia akan dianugerahi tanah seluas 11.000  beserta jumlah 1100 pekerjanya”. Dari penduduk perianngan yang berjumlah 243.268, yang berprofesi sebagai petani berjumlah 209.125. di daerah lain seperti Surabaya perbandinganya 32.618: 634, di Semarang 58.206 : 21.404; di Rembang 103.230 : 55.300. Di dearah lain jumlahnya bervariasi akan tetapi masih didominasi oleh penduduk yang berprofesi sebagai petani rata-rata perbandinganya 4:1 hal itu bebanding terbalik dengan di Inggris yaitu 1:3.
Kondisi tanah di Jawa yang subur ada juga yang belum digarap akan tetapi sebgaian besar sudah digarap digarap dengan baik. Petani hanya tinggal menjagadan merawat tanah sehingga menghasilkan panen yang melimpah akan tetapi hal ini belum mencukupi kebutuhan petani dikarenakan iit campurnya pemerintah yang dispotik atau kegiatan perampokan yang marak pada saat itu. Dengan iklim tropis Jawa memang sangat mendukung untuk kegiatan pertanian. Di daerah dataran tinggi mengahasilkan seperti kopi, teh, kelapa, tebu, dan kapas yang berkualitas tinggi. Selain itu di dataran tinggi pedalam petani juga dapat menanam tanam khas Eropa seperti jagung atau gandum dan lain-lain. Tidak lebih indah dari menguningnya  hamparan Padi hal itu dapat dilihat dari pantai timur Jawa, hingga tengah Jawa. Sebagian besar lahan yang terlantar adalah 7/8  di karenakan jarang penduduknya. Di pulau Jawa hanya ditunjang 1/8  tanah yang di manfaatkan, apabila semua dimanfaatkan mungking tidak ada yang bisa seperti di jawa yang menhasilkan pangan yang melimpah di karenakan tanah yang subur. Tanah yang subur petani di jawa hanya membutuhkan sedikit setuhan di bidang pertanian. Beras sebagai makanan pokok penduduk Jawa sehingga petani menanam Padi sebagai tanam yang utama.  Setiap hari petani dapat memperoleh 4-5 kati yang sama dengan ¼ liter , itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan dewasa. Tanaga perempuan tenaganya sama dengan laki-laki sehingga satu keluarga bisa memilki tenaga8-10 pekerja.
Harga beras hal sangat penting bagi petani Jawa akan tetapi harga beras setian daerah berbeda karenakan kesuburan tanah, jarak tempuh ke pasar atai ibukota propinsi. Sarana transportasi yang  masih tradisional mempengaruhi juga harga beras jiaka traspotasi mendukung maka kelebihan stok beras di suatu daerah dapat di salurkan daerah yang kurang stok berasnya sehingga harga beras dapat disamakna dengan daerah satu dengan daerah yang lain akan tetapi hal itu tidak terjadi pada masa itu. Di propinsi pribumi, satu pikul (seberat 1331/lbs Inggris) sering kali dijual kurang dari seperempat dollar, kadang 2 dollar spanyol.  Rata-rata harga 1 koyan  dari 30 pikul atau sekitar 3000 kati adalah 30 dolar Spanyol. Selain itu petani juga memiliki simpanan yang berupa sepasang kerbau sapi dan beberapa ekor unggas, tidak ada ternak yang di khususkan untuk dipotong atau diperah susunya. Pada tahun 1813 daerah yang di kuasai Inggris jumlah ternak tercatat sebanyak dua setengah juta ekot ternak, dan sekitar 5000 domba, 24000 ekor kambing. Jumlah kerbau tecatat 402.054 ekor, dan kerbau jantan 122.691 ekor. Kuada banyak dipelihara teruatam dikota besar jarang dipelihara di daerah pertanian.
    Kerbau adalah yang dipelihara petani karena patuh pada pemiliknya dan tidak suka pada orang asing. Di distrik Sunda dan daerah pegunungan biasanya ada 9-10 ekor yang warnanya putih . harga kerbau di distrik barat adalah 24 rupee untuk warna hitam, dan 20 rupee untuk warna putih. Diditrik timur bervariasi antara 12-16 rupee. Di Sunda kernua disebut munding dan di distri timur disebut maisa atau kebo. Sedang Sapi di distri Jawa tengah dan Timur di gunakan sebagai penarik untuk membajak sawah dan pengakut barang karena kuat.
Cara bertani orang di jawa berbeda dengan yang ada di Inggris. Di jawa alat ymag di gunakan seperti pachul, sabit/ arit, bajak para petani dijawa dibuat sederhana Karena tanah jawa sangat mudah untuk digarap.salah satu pemanen adalahs Ani-ani alat untuk memotong padi  saat panen. Lahan padi di bajak , digaru dan ditanami serta diairi oleh para lelaki, untuk menyiangi, memotong dan mengankut padi ke pasar sepenuhnya dilakukan oleh perempuan.seperti yang kita ketahui Indonesia mempunyai 2 musim yaitu kemarau dan hujan hal di krenakan Indonesia di lewati garis khatulistiwa. Jenis tanah di jawa ada dua yaitu tanah sawah yang biasanya ditanami padi karena tanah ini air sangat banyak sehingga tiadak akan kering, bisa kering ketika air tiadak d alirkan lagi. Jenis yang kedua adalah tanah tegal atau tanah gaga air berasal dari air hujan yang turun sehingga jarang sekali tanh ini di Tanami tumbuhan yang memerlukan banyak air ada juga padi gunung , biasanya tanah ini banyak  di daerah pegunungan. Sawah-sawah di pulau jawa sebelumnya dibajak, di garu dan kemudian di airi. Pada umumnya penanam padi di Jawa di airi hingga padi di panen, panen setiap 2 kali dalam setahun. Pada saat panen biasanya pemotong padi dibayar dengan cara bagi hasil padi, dengan jumlah yang berbeda untuk setiap daerah, sekitar 6-8 bagian tergantung luas lahan dan jumlah pekerja. Ketika musim panen tiba secra bersama-sama pemotong biasanya mendapat bagian seperempat-seperlima hasil panen.
Tanaman Jagung makanan pokok setelah padi oleh karena itu jagung ditanam di seluruh distrik  di Jawa terutama di Madura, dimana kultur tanahnya kering sehingg jagung bisa hidup tanpa air yang cukup banyak. Selain itu di Jawa makanan selain padi dan jagung adalah umbi-umbian. Pohon aren banyak tumbuh di Jawa biasanya phon aren bisa dibuat tepung atau sagu seperti daerah timur Indonesia, sari buah dapat di gunakan menjadi gula aren bias any berwarna coklat. Pohon kelapa juga banyak di temui di pulau Jawa.
Ada beberapa tanaman pengahasil minyak yaitu kacang Goring atau disebut kacang cina. Uantuk mengahasilkan minyak kacang di panen lalu dijemur kemudian di rebus lalu didinginkan selama 24 jam kenudian ditekan sekuatnya seperti memeras jeruk. Minyak biasanya digunakan untuk memebumbuhi nasi. Pohon jarak dipelihara seperti jagung dari pohon jarak menghasilkan
Tebu juga bayak terdapat dipulau jawa, tebu yang paling bagus adalah yang batang berwarna hijau dan tingginya 10 kaki. Masyrakat Jawa menikmanti tebu langsung dar batang tanpa di olah. Biasanya yang mengelola adalah orang Cina. Tanaman kopi di jawa dibawah oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad18 dan menjadi tanaman yang di monopoli oleh colonial Belanda. Pemerintah Belanda memerintahkan menanam Kopi secara paksa karena Kopi menjadi salah satu komoditi ekspor. Tanaman kopi di jawa biasanya di tanam di daerah peadalam atau pengunungan yang bertanah hitam. Kopi di jawa dalam penamannya membutuhkan pelindung dari sinar matahari yaitu pohon yang lebih tinggi biasanya pohon  dadap.  Khualitas kopi jawa terus bersaing dengan Negara ekspor kopi pada saat itu sehingga pemerinatah colonial  memonopoli hasil dari perkebunan kopi da Jawa.
Lada adalah komoditi  ekspor utama dari Jawa dan selama selan beberapa waktu di tanah di daerah lain seperti Batam dan Sumatera Selatan pada masa monopoli daerah tersebut emnjadi penhasil utama lada untuk Ekspor. System monopoli pada akhirnya tidak bertahan lama karena Nila bahan untuk pewarna ini juga terdapat di pulau jawa, nila juga di ekspor ke eropa, satu ikat harganya 8 sen. Selain itu kapas atau biasnya di sebut kapas Jawa akan tetapi kualitasnya masih kalh dengan kapas berasal dari India. Kaps banyak di tanam di daerah Banyumas di ekspor ke Bagelen, tegal dan bagian Mataram. Tembakau adalah bahan utama untuk rokok, banyak tumbuh di berbagai tempat akan tetapi untuk ekspor ditanam di daerh Banyumas  ,Madura dan Kedu produksi tembakau di Kedu menempati urutan ke 2 setelah beras. Gandum juga di tanam di pulau Jawa gandum di bawah oleh orang eropa. Gandum ditanam di daerah pedalaman yang di tanam pada bulan Mei dan di panen pada bulan Oktober. Biji gadun di jual 7 rupiah per ikul. Kentang ditanam di dtaran tinggi yang dekat dengan pemungkiman orang Eropa atau kebun orang Eropa.
KEBIJAKAN PERTANAHAN
Setelah mengetahui beberapa jenis tanaman yang di tanam oleh petani di Jawa yang penting harus diketahuai dalah system sewa tanah, hak penyewa dan tuan tanah. Pada situasi tertentu tingkatan keistimewaan petani dan penguasa pribumi di Jawa,  hamper sama dengan system ryot  dan zamidar yang ada di Bengali, akan tetapi di Jawa turut camapurnya penguasa yang berlebihan yang membedakan. Penyewa (ryot) berhak menetukan jenis tanaman yang akan ditanam di lahan yang di sewa. Tuan tanah (zamidar) sebagai penerima hasil sewa, merupakan penengah antara petani dan penguasa. Kewajibannya adalah membayar sejumlah pajak pada pemerintah. Penguasa sendiri, selain berhak menerima sewa, juga berhak mengantikan tuan tanah. Pemerintah India memilih system persewaan tanah yang dimiliki para tuan tanah  sebagai kebijakan yang tepat untuk mengelola tanah yang ada. Di Jawa beberapa tanha telah terasingkan, sementara di distrik Sunda tidak pernah terdengar sitem sewa tanah seperti yang ada di India. Oleh karena itu ketika Inggris berkuasa di Jawa  gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles ingin menerapakan system ini di Jawa.
Dari penyelidikan yang dilakukan pemerintah Inggris menyimpulkan tidak ada perjanjian antara penguasa local dan petani, dan pemerintah adlah satu-satuny pemilik tanah. Ada petani yang tidak pernah membayar sewa dan dari beberapa lahan uang sewanya dikuasai pemerintah local. Penguasa berhak medapatkan dari bagai hasil dari lahan yang disewakan, penguasa juga berhak menentukan upeti atau bagi hasil itu di berikan. Petani tidak pernah mendapat status apapun, bahkan sebagai penyewa tanah, karena system dispotik yang ada riadak memerlukan adanya perjanjian apapun antar penguasa dan pengelolanya. Walaupun demikian petani boleh mengarap tanah hingga  akhir hayatnya dan bisa di wariskan kepada anak-anaknya selam membayar kewajiban pada punguasanya. Biasanya yang mengumpulkan pajak adalah petinggi daerah setempat yang biasanya Bukul adalah lurah atau kepala desa. Hanya sebagian kecil saja yang masuk ke kas Negara biasanya digunakan untuk keprluan mengaji pengawai pemerintahan. Di distrik Sunda, terutama di daerah yang ditinggali penduduk yaitu daerah pengunungan dan hutan di wilayah barat pulau ini, daiantar mereka hak keemilikan tanah pribadi diakui. Karena masyarakat disini hanya megantungkan hany pada pertanian. Sistem sewa tanah di distrik Sunda berasal dari system yang berklku sebelumnya, dimana tanahnya tidak tejamah olah kesewenang-wenagan penguasa.  
            UU pemasukan tertanggal 11 februari 1814 yang di berikan oleh pemerintahan lokal kepada pegawai pemerintahan yang bertugas mengurusi tanah, yang menyebutkan “ Cara-cara persewaan tanah di seluruh pulai saat ini telah di mengerti, tidak ada lagi pihak perantara antara petabi dan pemerintah. Sehingga penguasa tanah sepenuhnya di kendalikan oleh penerintah dan tuan tanah. Beberapa tanah yang telah di berikan sebagai hadiah untuk kegiatan agama tidak akan diganggu  gugat.
            Para penguasa menikmati keuntungan dari tanahnya selama dia mampu menjaga. Orang biasa hanya mendapat waktu setahun, dan setelah itu digantikan oleh orang lain. Secra garis besar di Jawa ada tiga sistem sewa tanah yaitu di sunda , sewa tanha diberikan pad suata desa yang mengelola tanah terlantar dan pada seseorang berupa sawah yang digarapnya; di cirebin para Sultan dan pejabat lain mempunyai bagian tanah sendiri, demikian juag rakyat bias; di distri  timur berkeblikn dengan semuanya, tidak ada individu yang memiliki tanah. Tiap orang harus memetuhi aturan yang dibuat.apabila tidak mau menerima mereka harus bermigrasi ke tempat lain. Salah satu anggota komisi Belanda Knops mengatakan “ tidak ad penduduk Jawa yang mengangap bahwa pemilik tanah adalah bupati, akan tetapi mereka mengetahui tanah adalah milik pemerintah atau penguasa”.
            Petani pada masa itu jaminan keamanan yang tidak terjamin dalam mengolah tanah tersebut karena petani harus menerima setiap paksaan dan paksaan para penguasa menyangkut tanah tersebut melalui bukul atau lurah yang mengupulkan upeti dari petani. Bukul atau petani adalah kepala desa yang mempunyai kekuasan yang terbatas di desanya. Kepala desa seperti tuan tanah yang sebenarnya menurut petani. Tanah yang diawasinya berkisar abtar 6-7 Jung  atau dua kali lipat sama dengan 40-50 sampai 100arce hitungan Inggris, dibagikan ke penduduk sebesar 2-1/ 2 arce per orang.
Proposi produksi untuk membayar sewa bervariasi berdasrkan jenis tanah, produksi dan jumlah tenaga kerja petani. Di lahan sawah jumlah yang diminta penguasa adalah ½ atau ¼ bagian , tergatung baik tanahnya. Di tanah tegal jumlah sewanya yang dibayar bervariasi 1/3- 1/5 hasil panen. Stu jung sawah yang baik akan menghasilkan 40-50 amat seberat 1000 pound. Petani mengarap seperempat jung sawah yang baik, petani akan mendapat 10 amat atau 10 ribu pound padi dan membagi setengahnya dengan pemerintah. Selain sewa tanah petani juga di bebani dengan pajak lain. Pajak terbesar adalah pajak atas tanah yang besarnya tergatung pada jenis produksinya. Pajak rumah yang besar sekitar 1/6 atau 1/7 dollar untuk tiap rumah. Para petani baisanya membayar dengan hasil kebun mereka.
System sewa tanh tidak meliputi seluruh wilayah pualu Jawa, misalnya daerah –daerah Batavia tidak melaksakan system sewa tanah dikarenakan tanah-tanah di sekitar Batavia merupakan tanha milik swasta, di Pahariayangan juga tidak terkena danpak dari sistem  karena pemerinatah colonial keberatab menghapus system tanam paksa kopi. Kopi memberikan keuntungan besar bagi pemerintahan kolonial.
Pelaksanaan system sewa tanah yang di kembangkan Raffles  memiliki tiga aspek yaitu aspek yang peratam mengenai pemerintahan yang modern, pemerintahn yang tidak lansung di selengarakan oleh raja-raja atauou kepala-kepala tradisional menjadi pemerintahan secara lansung tanpa ada perantara. Raffles  membuat fungsi assiten residen yang mendapingi dan mengawasi para bupati dan pengawas yang pengahsilannya berasal dari tanah. Para bupati diberi gaji atas jasa pada pemeritahan Kolonial.
Selanjutnya aspek yang kedua yaitu pelaksanaan pemungutan sewa tanah. Selam pemeritahan VOC pajak yang berupa beras yang harus dibayar oleh rakyat kepad VOC dilakukan secara kolektif seluruh desa. VOC memberikan kebebasan secara dalam menetapkan jumlah yang harus di  bayar petani oleh sehingga para petinggi deas bisa sewenang-wenang dlam penarikan upeti.sehingga Raffles ingin menhapus system ini di Jawa dan menyamakan dengan di Bengali.
Aspek yang ke tiga adalah penanam tanaman perdangangan untuk di eksport. Akan tetapi dengan adanaya sewa tanah penanaman dan perdangan mengalami kegagalan.  Hal ini sebabkan kurangya pengalamanya petani dalam menjual tanaman di pasar bebas, sehingga penjualan di serahkan kepala desa. Banyak penipuan-penipuan yang dilakukan oleh kepala desa  sehingga pemerintah colonial ikut campur tangan lagi dan menetapkan system tanam paksa.









ANALISIS
Kelemahan
-          Buku HISTORI of JAVA ini berasal dari buku Diare Raffles sehingga menurut saya masih subyektif dari penulis.
-          Dan ketika mengukur sebuah takaran sangat sulit di pahami misal harga suatu barang belum ada takaran yang pasti sehingga pembaca belum bisa sepenuhnt memahami maksud buku ini.  
Kelebihan
-          Daengan membaca buku ini kita bisa mengetahui pebandingan antara daerah satu dengan daerah lainya missal Pulau jawa dengan Bangali India.
-          Dan kita menngetahui ke ingginan Raffles akan ekonomi liberal pada masa itu.
        

Minggu, 06 Februari 2011

tangan penguasa di bangku sekolah

Tangan Penguasa di Bangku Sekolah

Pada jaman kolonial pendidikan hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal. Pendidikan rakyat cukup diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penguasa kolonial. Pendidikan diberikan hanya terbatas kepada rakyat di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro tidak diragukan mutunya. Sungguhpun standar yang dipakai untuk mengukur kualitas rakyat pada waktu itu diragukan karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan, namun demikian apa yang diperoleh pendidikan seperti pendidikan rakyat 3 tahun, pendidikan rakyat 5 tahun, telah menghasilkan pemimpin masyarakat bahkan menghasilkan pemimpin-pemimpin gerakan nasional.

Pendidikan kolonial untuk golongan bangsawan serta penguasa tidak diragukan lagi mutunya. Para pemimpin nasional kita kebanyakan memperoleh pendidikan di sekolah-sekolah kolonial bahkan beberapa mahasiswa yang dapat melanjutkan di Universitas terkenal di Eropa. Dalam sejarah pendidikan kita dapat katakana bahwa intelegensi bangsa Indonesia tidak kalah dengan kaum penjajah. Masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah kekurangan kesempatan yang sama yang diberikan kepada semua anak bangsa. Oleh sebab itu di dalam Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan dengan tegas bahwa pemerintah akan menyusun suatu sistem pendidikaan nasional untuk rakyat, untuk semua bangsa. Pendidikan masa kolonial memang bertujuan untuk melaksanakn politik etis akan tetapi dari segi kualitas patut di perhitungkan karena berhasil “meluluskan” Faouding Father bangsa Indonesia seperti Soekarno,Moch Hatta, Sahril dan lain-lain. Saya (penulis) pernah belajar bahasa Belanda ke seoarang banagawan masa kalonial saya biasanya memanggil Mevrou Ayu atau nyonya Ayu mungkin sekarang berumur 80an beliau bercerita bahawa saat beliau sekolah mereka di ajarkan dengan sistem Belanda yang disiplin dan tertata. Selain itu pendidikan moral juga di tekan pada masa colonial sehingga membetuk pribadi-pribadi yang disiplin dan berintergeritas tinggi.

B. Era Orde Lama

Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya. Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang Undang Pendidikan No. 4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang tidak kalah mutunya. Para pengajar, pelajar melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya walaupun serba terbatas. Dengan segala keterbatasan itu memupuk pemimpin-pemimpin nasional yang dapat mengatasi masa pancaroba seperti rongrongan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayang sekali pada akhir era ini pendidikan kemudian dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik. Pada masa itu dimulai pendidikan indoktrinasi yaitu menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan

Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Hal ini didukung karena jumlah sekolah belum begitu banyak dan guru-guru yang ditempa pada zaman kolonial. Pada zaman itu siswa dan guru dituntut disiplin tinggi. Guru belum berorientasi kepada yang material tetapi kepada yang ideal. Citra guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang diciptakaan era Orde Baru sebenarnya telah dikembangkan pada Orde Lama.

Kebijakan yang diambil pada Orde Lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas di setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi.

Dalam era ini dikenal sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya INPRES Pendidikan Dasar. Tetapi sayang sekali INPRES Pendidikan Dasar belum ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas tetapi baru kuantitas. Selain itu sistem ujian negara (EBTANAS) telah berubah menjadi bumerang yaitu penentuan kelulusan siswa menurut rumus-rumus tertentu. Akhirnya di tiap-tiap lembaga pendidikan sekolah berusaha untuk meluluskan siswanya 100%. Hal ini berakibat pada suatu pembohongan publik dan dirinya sendiri dalam masyarakat. Oleh sebab itu era Orde Baru pendidikan telah dijadikan sebagai indikator palsu mengenai keberhasilan pemerintah dalam pembangunan.

Dalam era pembangunan nasional selama lima REPELITA yang ditekankan ialah pembangunan ekonomi sebagai salah satu dari TRILOGI pembangunan. Maka kemerosotan pendidikan nasional telah berlangsung. Dari hasil manipulasi ujian nasional sekolah dasar kemudian meningkat ke sekolah menengah dan kemudian meningkat ke sekolah menengah tingkat atas dan selanjutnya berpengaruh pada mutu pendidikan tinggi. Walaupun pada waktu itu pendidikan tinggi memiliki otonomi dengan mengadakan ujian masuk melalui UMPTN, tetapi hal tersebut tidak menolong. Pada akhirnya hasil EBTANAS juga dijadikan indikator penerimaan di perguruan tinggi. Untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi maka pendidikan tinggi negeri mulai mengadakan penelusuran minat dari para siswa SMA yang berpotensi. Cara tersebut kemudian diikuti oleh pendidikan tinggi lainnya.

Di samping perkembangan pendidikan tinggi dengan usahanya untuk mempertahankan dan meningkatkan mutunya pada masa Orde Baru muncul gejala yaitu tumbuhnya perguruan tinggi swasta dalam berbagai bentuk. Hal ini berdampak pada mutu perguruan semakin menurun.

Melihat contoh di atas bagaimana peran pemerintah dalam pendidikan yang muaranya kepada pembentukan jatidiri bangsa Indonesia, tentu kita tidak akan memungkiri lulusan luar negeri yang mengeyam kualitas pendidikan yang berbeda dengan lulusan dalam negeri. Disini peran pemerintah sangat penting karena para lulusan luar negeri atau dalam negeri yang akan membangun bangsa Indonesia. Pemerintah juga jangan terlalu intervensi dalam pendidikan missal menanamkan hanya satu doktrin dalam pendidikan yang pada akhirnya mematikan kreativitas dunia pendidikan, contoh sederhana yang beberapa tahun terakir menajadi bahan perbincangan di kalangan pendidikan nasional Indonesia yaitu tentang kurikulum sejarah yang mencantumkan kata-kata G30 S tanpa mencantumkan kata PKI hal ini sangat mengekan kebebasan dalam dinia pendidikan yana seharusnya diketahui siswa agar mencari kebenaran yang sebenarnya tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini seakan pemerintah mengajarkan kepada generasi selanjutnya untuk mendendam dan membenci kesalahan bangsanya sendiri tanpa ada untuk menyari kebenaran yang sebenarnya.

Di tingkatan yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi pemerintah menjalankan UU BHP (undang-undang badan hukum pendidikan) yaitu perguruan tinggi negeri di haruskan mempunyai usaha yang memungkinkan suatu PTN mendapatkan “penghasilan” di luar SPP dari mahasiswa. UU BHP sebenaranya baik akan dalam prakteknya perguruan tinggi melasanakan system kapitalis dengan dmencari keuntungan sebesar-besarnya dari mahasiswa. Sungguh ironi sistem pendidikan di Indonesia pemeritah yang seharusnya mempunyai kewajiban mencerdaskan Bangsa malah menjual kewajiban itu sendiri kepada penaguasa dunia yang bernama kapitalis. Perlahan namum pasti identitas bangsa Indonesia dengan Kerakyatan dan Gotong Royong akan punah dan di gantikan oleh Bangsa yang individual dikarenakan system pendidikan yang mengharuskanya. Mengutip salah satu judul buku sastra “Salah Asuhan”. Semoga pendidikan di masa yang akan datang di kelola oleh tangan yang perhatian pada rakyat kecil dan menjadikan Soekarno baru yang lebih nasionalis tanpa campur tangan bangsa lain dam menjadi bangsa yang mepunyai kepercayaan diri yang kuat.